News

Pemprov Riau Tingkatkan Swasembada Daging Sapi

SUARA PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau terus meningkatkan swasembada daging sapi di tingkat petani. Salah satunya adalah lewat program sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA).

Upaya integrasi dilakukan karena saat ini kebutuhan daging sapi di Riau mencapai 19.480 ton pertahun atau setara 152 ribu ekor sapi pertahun. Sementara populasi sapi di Riau mencapai 209.601 ekor, tapi sapi yang dapat dipotong hanya 24 ribuan.

"Kebutuhan sapi kita di Riau sangat tinggi, namun kita masih kurang sekitar 128 ribu ekor atau 84 persenan. Sementara untuk memenuhi kebutuhan daging sapi itu kita mendatang dari luar Riau," kata Sekretaris Daerah Provinsi Riau, SF Hariyanto dalam diskusi implementasi SISKA di Pangeran Hotel Kota Pekanbaru, Jumat (15/7/2022).

Merujuk data itu, SF Hariyanto berharap integrasi antara peternakan sapi di lahan kelapa sawit bisa meningkatan jumlah sapi di Bumi Melayu. Terutama lewat kerja sama perusahaan-perusahaan sawit swasta yang memiliki lahan plasma.

"Luas kebun sawit di Riau itu kan mencapai 3,6 juta hektare (ha). Jadi kalau perusahan perkebunan sawit dapat kerja sama dengan masyarakat untuk ternak sapi pasti ini bisa. Kalau lahan sawit 3,6 juta ha, kalau 2 ha itu satu ekor sapi, artinya populasi sapi bisa mencapai lebih kurang 1,6 juta ekor," tegas SF.

Lewat program sapi terintegrasi dengan kelapa sawit, diharapkan kebutuhan sapi tidak lagi bergantung dengan daerah lain. Riau dengan lahan yang luas dipastikan mampu memenuhi kebutuhan lokal untuk daging sapi.

"Jika dikembangkan, maka kebutuhan sapi di Riau tidak perlu mendatangkan dari luar Riau. Kendala selama ini masyarakat sama perusahaan belum tahu terkait integrasi ini. Untuk itu, setelah pertemuan SISKA ini sapi dapat kita kembangkan di Riau," katanya.

Sementara, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau, Herman menilai kebutuhan sapi di Riau hanya mampu dipenuhi sapi lokal sekitar 15,82 persen. Padahal kebutuhan sapi setiap harinya di salah satu rumah potong hewan saja bisa 40 ekor dan didatangkan dari luar provinsi.

"Kita ambillah contoh kebutuhan di Rumah Potong Hewan (RPH) Pekanbaru, rata-rata setiap hari 40 ekor sapi dipotong, tetapi itu didatangkan dari luar. Ada dari Sumatera Utara, Lampung dan daerah lain," katanya.

Apabila tak segera dicarikan solusi, maka dikhawatirkan kebutuhan akan tersendat. Herman mencontohkan saat ada wabah LSD, kebutuhan sapi tersendat dan sempat tidak ada pemotongan.

"Akibat pasokan sapi kita tersendat, terjadi kelangkaan daging sapi di Pekanbaru. Dari situ permintaan tinggi, namun ketesediaan sedikit dan harga daging sapi tenru tinggi," katanya.

Ketua Team Leader SISKA, Wahyu Darsono mengatakan pihaknya melakukan pelatihan untuk mengembangkan peternakan sapi terintegrasi.

"2021 kemarin ada kewajiban moral untuk mengembangkan integrasi sapi-kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Lalu di tahun ini kita coba kembangkan ke Provinsi Riau untuk meningkatkan populasi sapi," imbuh Wahyu.

"Untuk terinfegrasi ini ada dua pola yang dilakukan, apakah sapi mau dikandangkan atau digembalakan. Tapi dari pengalaman kami digembalakan itu lebih efektif untuk dilakukan karena ada banyak keunggulan," kata Wahyu.





[Ikuti Terus Suarapekanbaru.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar

Untuk Berbagi Berita / Informasi / Peristiwa
Silahkan SMS ke nomor HP : 0813-6567-1385
atau email ke alamat : [email protected]
Harap camtumkan detail data diri Anda
Pengutipan Berita dan Foto, Cantumkan Suarapekanbaru.com Sebagai Sumber Tanpa Penyingkatan